Selasa, 19 Juni 2018

HUKUM ATAU POLITIK YANG MENJADI PANGLIMA
Oleh:Agus Suhendar
Penulis adalah Pimred Balance News
Penegakan hukum sebagai panglima agaknya belum menjadi jargon popular dalam sejarah perjalanan berbangsa dan bernegara.Yang paling akrab ditelinga publik selama ini adalah politik sebagai panglima
Reformasi sebenarnya punya salah satu tujuan strategis,yakni membalikkan fenomena politik sebagai panglima menjadi hukum atau tepatnya penegakan hukum sebagai panglima.
Artinya,dalam praktis bernegara,hukum harus dijadikan peganganut utama dalam setiap menyelesaikan persoalan,bukannya penyelesaian politis yang menjadi dasar orang merumuskan konsep politik sebagai panglima.
Ketika reformasi bergulir,dan rezim Orde Baru tumbang,beberapa saat kemudian pengamat politik Eep Saifulloh Fatah menulis:presiden dimasa mendatang harus dipagari secara kuat oleh hukum yang dilahirkan oleh legislator yang terpilih secara demokratis.
Pernyataan dosen FISIP Universitas Indonesia itu mengisyaratkan perlunya hukum dijadikan panglima dalam perjalanan bangsa kemasa depan.
Dalam konteks penegakan hukum sebagai panglima itu pulalah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam harus dimaknai dan ditempatkan dalam koridor perjalanan bernegarak kedepan.
Dalam kesempatan itu Presiden mengatakan akan terus melindungi kebebasan warga negara dalam menjalankan ibadah sebagaimana diamanatkan dalamkonstitusi.
Semua kelompok dan golongan memiliki hakserta kewajiban yang sama.Ini juga telah menjadi nafas konstitusi diTanah Air.
Penegakan hukum untuk menjamin ketertiban bernegara memang menjadi tugas kalangan polisi dan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa dan hakim dipengadilan.
Tapi efektivitas penegakan itu akan mencapai kondisi optimal ketika masyarakat yang menjadi sasaran penegakan hukum itu ikut andil dalam proses penegakannya.
Sekuat apapun penegak hukum menjalankan fungsi dan tugasnya,jika mayoritas masyarakat melakukan penggerogotan terhadap aturan lewat tindakan main hakim sendiri atau melakukan represi terhadap kelompok minoritas,maka bisa diprediksi bahwa hasilnya takakan maksimal.
Hal seperti itulah yang terjadi dalam aksi anarkis dimanapun dan kapanpun.Tak cuma di wilayah domestik tapi juga diwilayah manca negara.
Berbagai konflik dan tindakan anarkis sulit hanya bisa dilakukan penyelesaiannya oleh penegak hukum semata.
Perlu andilnya masyarakat secara lua suntuk memelihara harmoni agar konflik dan anarkisme terhidar dalam perjalanan bangsa kedepan.
Di Indonesia,seperti yang juga disadari betul oleh para elit negeri ini,konflik yang dipicu oleh persoalan iman masih menjadi persoalan yang bisa meledak sewaktu-waktu.
Ancaman konflik semacam itu sudah menjadi konsekwensi logis dari kondisi Indonesia yang merupakan bangsa dengan warga negara yang multi etnis dan multi kepercayaan.
Kesadaran bahwa semua warga,dari berbagai kelompok manapun,baik yang mayoritas maupun minoritas,harus saling memengang rasa merupakan imperatif utama.
Tak ditoleransi muncul perasaan bahwa kelompok yang satu berada diatas kelompok yang lain.
Semua kelompok mempunyai hak dan kewajiban yang sama.Inilah esensi negara hukum, negara yang memandang semua warganya setara didepan konstitusi.
Kesetaraan didepan hukum ini tentu dalam praktiknya tidak seratus persen merepresentasikan keadilan.Hubungan antara persamaan didepan hukum dan nilai keadilan sering dilematis. Pakar hukum JE Sahetapy sering mengingatkan soal itu.
Karena persamaan semacamitu maka ketika dipraktikkan akan terjadi ketidak adilan.
Buktinya sangat sederhana,seorang yang berharta akan dengan mudah memenangi perkara di pengadilan karena kemampuannya menyewa para pengacara jempolan sangatlah mahal sementara warga miskin akan kesulitan untuk mendapatkan pengacara yang ulung.
Namun ikhtiar untuk mempersempit jurang ketidak adilan semacam itu telah dijembatani oleh hadirnya lembaga-lembaga bantuan hukum yang bertugas untuk memberikan layanan  -cuma,meskipun hasilnya tak memuaskan,tapi jikalau yang bersangkutan sanggup menyewa pengacara terkemuka.
Rentannya bangsa majemuk seperti Indonesia terhadap ancaman konflik antar iman kini tampaknya akan menjadi kepedulian ekstra penyelenggar negara,khususnya mereka yang berwenang dalam penegakan hukum,menegaskan tekadnya untuk menjaga harmoni antar umat beragama.
Selama ini kalangan aktivis hak asasi manusia melihat aksi-aksi main hakim sendiri yang dilakukan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas dalam berbagai peristiwa /konplik diTanah Air sebagai cermin sikap pembiaran dari aparat penegak hukum.
Presiden ingin menghapus kesan tentang sikap pembiaran yang dilakukan aparat terhadap tindakan anarkisme mayoritas terhadap minoritas itu.
Tekad Presiden sebagai kepala negara itu harus diterjemahkan dilapangan secara konkret oleh aparat penegak hukum untuk tidak membiarkan lagi anarkisme seperti aksi perusakan dan penyegelan rumah-rumah ibadah milik kelompok minoritas.
Sesuai dengan konstitusi, kata Presiden, negara akan terus menjalankan tugas melindungi hak hak warga negara dalam menjalankan ibadah dan kepercayaan masing-masing.
Barangkali untuk merealisasikan perkataan Presiden itu perlu diwacanakan bahwa setia paksi kaum mayoritas yang melakukan anarkisme terhadap minoritas adalah merupakan refleksi upaya merongrong keutuhan bangsa yang berdiri diatas warga yang majemuk.
Untuk itu,hukuman terhadap mereka yang melakukan teror maupun anarki berlandasan konflik antar iman perlu diperberat sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pada mereka yang melakukan rongrongan atau aksi subversif terhadap keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penegakan hukum yang diupayakan secara optimal akan melahirkan tatanan masyarakat yang solid sehingga upaya semacam itu sudah menjadi keniscayaan.
Disitulah signifikan sipenegakan hukum sebagai panglima,untuk menggantikan paradigma dan praksis politik sebagai panglima yang pernah terjadi diTanah Air,ter istimewa saat perjuangan reformasi belum menuai hasil pada era sebelum1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POLRES BANDUNG OPEN CHAMPIONSHIP 2018

Majalaya Balance News---Kompol Mikranuddin Syahputra   SH SIK MH, sebagai Wakapolres Bandung waktu 09:00 wib pada hari Sabtu, tanggal 15 s...

STUKTUR PENGURUS

STUKTUR PENGURUS
PENERBIT : PT. SANDY PUTRA SUHENDAR NPWP : 84.861.674.4-445.000. SK. KEMENKUMHAM NO. AHU-0026492. AH. 01.01. TAHUN 2018. Berdasarkan UU POKOK PERS. NO 40 TAHUN 1999 PENDIRI AGUS SUHENDAR, IN-IN INDRA,S.S.Pd.I,.S.H, DEDE KW, YULIANTI N. PELINDUNG MOCH. DARKAN.S.Pd.I,S.H.M.H. Achmad Fuady Thahrer.S.H. PENASEHAT HUKUM Dr. Mariani Wiwik, S.H.,MH, Tarmana.S.Pd, IN-IN INRDA .S.Pd.I.S.H. PIMPINAN PERUSAHAAN IRFAN FEBRIANA PEMIMPIN REDAKSI AGUS SUHENDAR WAKIL PIMPINAN REDAKSI DEDE KW WAKIL PIMPINAN UMUM Herifal Editor & lay Out A. Hamzah Ependi. A.wanda SEKRETARIS REDAKSI YULIANTI N BENDAHARA SITI AISYAH, SITI WIDANINGSIH HUMAS Nanang sunarya,rohman effendi KOORDINATOR LAPANGAN Taofik akbar, H. Dadang SIRKULASI Rhobinson Mukti ALAMAT REDAKSI / KANTOR TATA USAHA Jalan kertamanah dalam No.198b Kelurahan/Kecamatan Baleendah Kab. Bandung 40375 Email:mediabalancenews@gmail.com. Webset. www.balancenewsssblogspot.com Telepon:(022) 85939595 HP. 082218471888. NO REK. Bank BNI. 0359126492. Perwakilan Provinsi Kabupaten dan Kota | Kota Bandung : Berlyan | Kabupaten Bandung : Sidik Permana, Agus Rahmat, Soni Alkapun, Aris Maulana Jejen za, Abeng, Yosep, Tatang Abdula | Kabupaten Bandung Barat & Kota Cimahi : Yadi Akung, Ade Nurdiansyah, Suhendar, Kamaludi | Kabupaten Cianjur : Deri, Kosim Jajang Bajing | Kabupaten Bogor : Karya Wiharya | Kabupaten Garut. Andri Tanjung, Endang, M. Opik | Kabupaten Majalengka Tatang | Kabupaten Subang EGI SOPIAN, A. Cece | Kabupaten Purwakarta Jujun Juhana | Kabupaten Tasik Suhendar | Kabupaten Sumedang, Wahyu R effendi - Kabupaten Kuningan Saprudin